Pages

Jumat, 03 Januari 2014

DEKONTRUKSI FEMINIS


Permasalahan ekonomi, pendidikan, sosial budaya, bahkan hingga tema khusus yang lainya tampaknya sudah menjadi makan kita sehari-hari bahkan tema-tema yang berkaitan dengan perempuan dan ketidakadilan merupkan tema multidisiplin yang menarik untuk dibahas, isunya bahkan telah merambah hingga pada ide-ide pembongkaran kembali terutama karena tema perempuan dan ketidakadilan kental dan memiliki korelasi erat dengan perspektif feminis, perspektif yang mengusung semangat dekontruksi atas persoalan seks dan gender.
Ide Ferdinand de Saususure tentang oposisi biner misalnya, telah dipakai dalam struktur-struktur kesadaran pengetahuan. Oposisi biner tersebut telah membagi dunia dalam dua kategori, konsep siapa yang benar dan salah, lebih baik atau lebih buruk. Oposisi yang merupakan struktur tak disadari ini merugikan dalam dua hubungan tersebut, sebab akan ada dualitas masyarakat atau pemahaman yang saling menindas, yang kemudian secara tidak langsung memunculkan istilah primordialisasi dan sektarianisasi kelompok. 
Oposisi itu lambat laun terproduksi menjadi mitos yang dibenarkan. Oposisi laki-laki dan perempuan misalnya merupakan contoh kecil dari kolonialisme dalam ruang privat yang mewakili dua kutup, dualitas yang memunculkan konsep siapa yang berhak menindas dan siapa saja yang boleh ditindas. Masyarakat kita seolah terjebak dalam oposisi biner yang dikorelasikan dengan kekuasaan, oposisi kaum minoritas/mayoritas, pusat/pinggiran, global/lokal, batas-batas teritorial yang menentukan ‘siapa kita’ dan ‘siapa mereka’.
Dikotomi ini justru mengandung unsur hierarki dan oposisional yang menindas, karena itu mewakili dua kutub yang kontras, sama halnya dengan kontriuksi kolonialisme yang telah menindas kelompok-kelompok marjinal. Kolonialisme sebenarnya tidak hanya berbicara mengenai penjajah dan yang terjajah, namun juga jenis-jenis penjajahan baru seperti dalam bangunan wacana, pengetahuan, atau bahkan bahasa, bahwa dikotomi merupakan simplikasi atau doktrin yang menyesatkan.

Aini Machmudah
Sastra Jawa 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar