Pages

Jumat, 02 Desember 2011

KEPRAWIRAN DEN KAESTHI


Didalam kebudayaan jawa terdapat suatu pedoman yang berisi filosofi luhur yang timbul ditengah masyarakat jawa dengan segala keistimewaannya. Menurut kaidah secara islami terdapat 2 istilah utama yaitu islam jawanisasi dan jawa islamisasi. Artinya bahwa paham-paham yang timbul dalam masyarakat jawa merupakan perwujudan dari Tradisi jawa yang memperhatikan serta menggunakan pedoman filsafat  islam dari suba sita . salah satu perwujutanya  dengan ungkapan  rasa syukur yang direalisasikan dalam wujud “Kenduren”  dengan menggunakan tumpeng yang merupakan salah satu tradisi peninggalan para wali . sedangkan tumpeng sendiri meupakan kepanjangan dari kata “tumuju pangeran”.
Jawa dengan ungkapanya bahwa “ ana kuwi durung nyata , nyata kuwi wis ora ana”  artinya bahwa didalam tradisi jawa ungkapan rasa syukur yang terpenting tidaklah do’a, tetapi lebih mengacu pada realisasi atau perwujutann nyata dengan tindakan seperti pribahasa jawa yang menyatakan “ ngelmu iku kelakone kanti laku”   misalnya degan niat shedekah dan sebagainya. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa didalam konsep serta  pitutur jawa juga mengedepankan rasa syukur dengan menyebut Sang Hyang Hayu (Sang Hyang Gesang atau Sang Pemilik Alam).
KEPRAWIRAN DEN KAESTHI
Secara linguistik atau kebahasaan Keprawiran Den Kaesthi berasal dari kata Pra yang artinya “piyambak “ wira ;”piyambak” (sendiri) dan kaesthi yang artinya kapasitas . pengertian ini didasarkan menurut teori  ilmu kebahasaan paramasastra yang meliputi :
a.       Pohon bahasa
b.      Jiwa bahasa
c.       Analisa bahasa, dan
d.      Komposisi bahasa
Jadi Keprawiran Den Kaesthi merupakan tembung atau kalimat jawa yang berwujud Pitutur (laku utama), piwelang (keutamaan) dan piweling luhur (mawanti-wanti supaya dilaksanakan) yang mempunyai hubungan dengan kata “ pepali, wewalan,adiluhur, adiluhung, lelawan, keluhuran, kautaman, budi pekerti luhur, dan wantah utama”.
Pitutur jawa termasuk kelompok spiritualisme universal yang bebas dari sekat-sekat ideologi agama dan kepercayaan yang dapat diterima dan dilaksanakan oleh siapa saja dan agama apa saja. Menurut historis , masyarakat jawa dalam menerima agama baik itu agama hindu, budha,islam ,kristen dan agama-agama lain yang mengajarkan kesucian , diterima dengan prayogi (baik) serta ditempatkan pada kedudukan utama . akan tetapi segala yang masuk tidak kemudian ditedha wantah (ditelan mentah-mentah) tetapi dipuncecep saripatinipun ingkang gumelar suswantara artinya bahwa segala unsur-unsur yang masuk kedalam kebudayaan jawa dipilih dan dipilah kemudian diambil yang baik dan bermanfaat sesuai dengan kepribadian jawa. Oleh karena itu, kebudayaan jawa yang merupakan warisan dari nenek moyang serta leluhur kita perlu didokumentasikan serta dilestarikan sebagai sarana pembelajaran. Sedangkan proses pembelajaran dapat mencapai pada titik paham apabila melewati tahapan-tahapan dibawah ini:
1.1  gambar skema proses menuju titik paham.
Budaya serta pitutur jawa yang berkembang saat ini dianalogikan sebagai “sebuah telur”. Budaya timur khususnya budaya jawa diibaratkan kuning telur yang sangat istimewa yang terbungkus oleh putih telur dan ditutup kembali oleh kulitnya yang diibaratkan sebagai Budaya Barat. Hal inilah yang  memicu munculnya  masalah-masalah dan tantangan yang membutuhkan pemahaman yang mendalam.Tidak mengerti merupakn hal yang wajar karena memang bahwa  hal-hal itu tidak diajarkan. Akan tetapi juga terdapat masalah besar yang timbul, antara lain ialah mengenai lemahnya kesadaran dan pemahaman para generasi muda mengenai kebudayaan dan pitutur jawa yang dianggap merupakan sesuatu yang telah ketingglan zaman dan terlalu filosofis. Penyimpangan serta kesalahan psikologi seperti ini dianggap sebagai keslahan yang normatif yang wajar dilakukan diera modernisasi yang terkena dampak gelombang prahara westernisasi dari pengaruh budaya bara tnamun pertanyaanya, akankah pitutur jawa ini akan hilang dan musnah? Oleh karena itu diperlukan teori regulasi sebagai saran membina kapasitas kemampuan untuk mengontrol perasaan, pikiran dan tingkah lakunyang berkaitan dengan keprawiran den kaesthi dengan mengolah bawa rasa ing sambeting rasa ingkang dipungarab dining olah jiwa.
Dengan demikian kaprawiran didefinisikan sebaga bab tata jiwa (tingkatan kejiwaan) dan proses mental psikologis menuju kearah yang lebih tinggi, sehingga garisnya membentuk sudut 90o yang terdiri dari garis vertikal dan horisontal (gambar 1.2). Sedangkan Kaesthi merupakan marketining pikiran dan prilaku yang memiliki kapasitas untuk mengontrol perasaan dan pikiran terhadap tingkah laku.
                                                                        Vertikal ( mencapai ide
                                                                                      tertinggi dan sempurna
                                                                                      / Adiluhung)
horisontal                        90o
 

(laku utama untuk menguraikan, memaparkan dan mencapai  keutamaan)
1.2  garis kaprawiran dengan sudut 90o
Kaprawiran pada dasarnya merupakan tata jiwa yang dihasilkan oleh alam rasa dan perasaan terhadap dunia emosional , nafsu  yang kemudian menuju paparan pikiran dan kesadaran untuk menerima dan menolak sesuatu. Perasaan jika dilihat dari aktifitas nafsu dan pikiran terdapat dua jenis dimensi rasa yaitu:
1.      Rasa Pangrasa merupakan rasa yang netral yang tidak ada rasa bungah susah serta tidak ada rasa menerima dan menolak
2.      Rahsajati merupakan kondisi psikologis yang paling dalam , tingkat psikologis tertinggi  yang merupakan ide sempurna Sang hyang Adiluhung. dalam jagat pedalangan kata-kata tersebut diolah menjadi ”ngukuraken jagat rasa rumangsa manjing jagate rasa pangrasa kang rahsajati tumankul”.
Kedua dimensi itulah kiprah dari keprawira den kaesthi. Kata keprawiran itu tingkat jiwa gesang sebagai jiwa pemberani yang hanya dimiliki oleh seseorang yang mempunyai watak pahlawan, kesatrian, serta kusumaning bangsa. Jika di dipadukan dengan Ngurangreh pupuh Kinanthi yang berisi teori regulasi untuk  membina kepribadian                              
Sebenarnya teori regenerasi kepada para generasi muda seperti yang terdapat dalam Ngurangreh  yang mewujudkan kehidupan generasi muda,akan tetapi terdapat  masalah-masalah yang menggangu regulasi tersebut  antara lain:
a.       Tidak mampu meregulasi diri sesuai dengan perkembangan psikologi
b.      Pola asuh yang salah dalam pembentukan keutamaan yang menghambat timbulmnya keprawiran den kaesthi.
c.       Spiritual yang bisa lepas dari kepercayaan bathin.
Konsep Bathin menurut teori jawa merupakan gabungan antara jiwa dan raga yang bersifat tritunggal artinya merupakan satu kesatuan yang terdiri dari 3 dimensi yang berupa dimensi  rasa, pikiran dan dimensi kesadaran.
Dalam hal ini tanggap dan berani menghadapi problematik setya prawira utama sangatlah dibutuhkan untuk membangun aspek-aspek pitutur dan kebudayaan jawa. Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa bangsa jawa sebenarnya berada pada kondisi yang kalah total. Hal ini terjadi karena hal-hal berikut:
1.      Munculnya kekhawatiran bangsa indonesia tercerabut dari akar budaya.
2.      Generasi muda sudah tidak lagi mempunyai rumah budaya.
3.      Gelombang budaya dan peradaban global telah mampu menyingkirkan budaya lokal.
4.      Identitas budaya menjadi kabur akibat proses interaksi budaya.
5.      Pitutur dan kebudayaan jawa dianggap kurang menarik dan kurang menjanjikan secara ekonomis
Dari penjelasan tersebut telah nampak bahwa pitutur, piwelang serta piweling jawa tersingkir dan tersingkur karena adanya proses transformasi budaya dari luar. Prahara budaya serta pitutur jawa ini perlu dilakukan perubahan dan perombakan ulang dengan adanya relefansi, reaktualisasi, reinterprestasi dan rekontekstualisasi dalam mewujudkan kehidupan masyarakat berbudaya , berbangsa dan bernegara.
Pitutur jawa yang berwujud keluhuran sebenarnya sudah mencakup 3 dimensi nilai yaitu ilahiyah, almiyah, dan ilmiah. Sehingga kita masyarakat yang menggunakan dan mengamalkanya tidak perlu memiliki rasa rendah diri ,karena kita mampu membangun kehidupan masyarakat yang berbudaya dan bermartabat.contoh kongkrit dari Keprawiran Den Kaesthi berwujud pada kesadaran tinggi, tidak untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk orang banyak yang melahirkan kebijaksanaan.   
KESIMPULAN
Diri penjelasan yang telah disampaikan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Keprawiran Den Kaesthi merupakan wujud dari tingkat kejiwaan serta proses mental psikologi yang  mengarah pada marketining pikiran dan prilaku yang memiliki kapasitas untuk mengontrol perasaan dan pikiran terhadap tingkah laku.salah satunya dengan berpedoman pada kebudayaan jawa yang bewujud pitutur, piwelang dan piweling luhur agar kebudayaan lokal yang merupakan hasil buah karya serat peningglan berharga dari nenek moyang kita tidak tercerabut ditengah interaksi global dan tetap menjadi satu dengan darah juang luhur yang mengalir bersama kearifan lokal dengan prinsip sepi ing pamrih rame ing gawa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar