Pages

Kamis, 20 Desember 2012

PETANI ISIH DURUNG DADI SUBJEK


Desa, identik karo petani. Urip lan panguripane kadang tani wiwit jaman penjajahan  nganti saiki rasane kaya durung ana akeh owah-owahane. Tansah prasoja senajan katon kaya wis saya maju. Listrik mlebu desa, dalan-dalan wis padha diaspal, malah tenaga kebo lan sapi kanggo nggaru mluku wis akeh sing diganti nganggo traktor sing ombenane solar.
Ing jaman saiki owah-owahan sing modern tuladhane kaya sawah sing wis padha dadi pabrik, lemah pertanian sing malih fungsi dadi parumahan lan pabrik-pabrik sing njalari lemah tetanen dadi saya ciyut amerga alih fungsi. Uga sawah-sawah sing wujude tetep sawah sing ditanduri pari, nanging lemah pasawahan kuwi wis diowahi carane ngopeni, nganggo winih-winih tinamtu sing mbutuhake pupuk weton pabrik, njalari lemahe atos lan pari ora bisa urip kanthi apik malah kepara mati yen ora dipupuk.


Sawah dadi ora bedha karo pabrik sing ngasilake pari. Petani banget butuhake pupuk kanggo tanduran parine. Mula yen pupuk ngilang, kahanan petani padha wae kaya pusa. Yen wis pusa banjur padha arep mangan apa? kuwi ateges wetenge luwe. Mula lumrah yen petani nekad, meksa para pedagang lan agen ngedol pupuk dodolane mrang petani, nganti klakon nganakake sweeping.
Petani sing saya pinter, kendel, wani lan nekad iki ora mung merga petani wis wiwit  terdidik, nanging kapeksa dening kahanan. Pupuk sing mesthine cukup bisa komplong amerga mekanisme penyaluran sing ora bener lan faktor X sing durung kinawruhan, mula pupuk (bersubsidi) ilang. Yen ana, mesthi regane dhuwur banget. Banjur petani maneh sing ngrekasa.
Kita sadhar yen politik iku rusoh, lan gula iku legi. Pancen, dhuwit kuwi kabutuan sing pokok, nanging sanajan politik iku ngrusohi mbok ya para  pangarep aja banjur ngurbanake petani cilik kanggo tujuan politik kuwi ateges pager nerak tandur, ora perduli petani kepalu kepenthung. Yen mengkono, banjur kapan petani klakon dadi subjek sing melu nemtokake.

Semarang, 03 Desember 2012

Katur Ibu

Aini Machmudah
Liker swaramu ngebaki njroning atiku
Putih semu nggawa esem sakuku
Dening tresna kebak kulina
Sinawang asih sabarang pratingkah

                Dongamu kuwi tresnamu
                Lumer kaya es kang ngebaki wadhah
                Manis endah ngluwihi bawana sadonya
                Wiwit tangi, saiki nganti pati
               
Tresnamu ngungkuli duka
ganda arum sumebar tumprapku, ingkang putra
kadya udan tanpa kandha
kang cumeblok saka Kuwasa 

Semarang, 19 Desember 2012
               

Mengapung dengan Sempurna (Sebuah refleksi tentang harapan kecil)

            Telah lebih dari dua bulan sejak saya memutuskan  untuk menekuni diri dan duduk di tempat ini, tempat yang dikelilingi oleh orang-orang besar dan berpengalaman di bidang jurnalistik.  Mereka yang dengan suka rela mentranfer ilmunya untuk kami, anak-anak baru dalam ranah menulis dan berberita. Itulah ia BP2M. Banyak hal yang saya dapatkan, teman-teman baru, pengetahuan, teknik berberita dan hal-hal lain berkaitan dengan menulis   yang dibingkai lewat pelatihan. 

Seperti ada di padang tandus, dua bulan itu dirasa masih amat kurang bagi saya yang seolah haus akan bekal pengetahuan untuk menulis. Di sela pelatihan tersebut, jujur saya merasa amat malu dengan bolam yang saya miiki. Bolam yang hanya dapat menyala tanpa bisa menerangi, sama halnya dengan saya yang hanya dapat bicara tanpa bisa mengaplikasikan, dengan kata lain praktek saya masih nol besar bahkan dikatakan jelek pun belum.

            Ternyata sebegitu kurangnya saya dalam hal ini, padahal tulis menulis adalah salah satu bidang yang selama ini termatrum dalam otak saya, lantas apa yang salah denagn diri saya? Benarkah saya tak berbakat dalam bidang ini mungkin saya salah dalam mengenal diri saya sendiri? Pertanyaan tersebut terus saja menempel dalam pikir hingga kini. Boleh jadi pertanyaan bodoh tersebut akan terus menghantui pikir hingga nanti ketika tidur, bangun atau bahkaan besuk hari-hari selanjutnya.           
Beberapa kali pikir, otak, dan nurani saya putar,  apa yang salah dengan saya, mungkinkah terjadi arus pendek dalam otak atau mungkin fungsinya sudah tak bisa dijalankan? Sedikit demi sedikit pertanyaan saya terurai dan mulai terbuka lewat intropeksi bahwa selama ini intensitas menulis saya masih jauh dari kata kurang. Bagaimana tidak kurang, dalam satu minggu saya hanya beratih menulis kira-kira 2 sampai 3 topik, itu pun juga  tidak semua yang saya tulis selesai dengan tuntas, belum lagi tentang kualitas isinya. 

            Teringat kembali pepatah Jawa Kuna yang  diajarkan oleh salah seorang guru ketika saya masih duduk pada bangku sekolah dasar,   yang menyatakan bahwa bisa amerga kulina, lan kulina amerga dikulinakno. Bagaimana mungkin kita bisa jika berlatih pun kita tak mau.  Semuanya butuh proses dan pengorbanan panjang. Layaknya sebuah padi,  mulai dari pertama kali bibitnya dijatuhkan ke tanah, tumbuh hingga proses siap dituai saja perlu waktu 4 hingga 6 bulan. Apalagi menulis, tak seorang pun yang bisa dengan instan menghasilkan tulisan yang berkualitas.

Yah mungkin ini hanya bagian kecil dari drama kehidupan saya. Drama tentang pencarian jati diri, mimpi, dan bakat yang coba disinergikan. Dan inilah salah satu pembelajaran hidup lagi, bahwa kadang biarkan saja ia mengalir karena ia bukan hanya meminta, tapi juga memberi. Lalu hidup pun akan kembali memberi kita hal-hal yang tak terduga sebagai imbalannya. Baik atau buruk, itu adalah pemberian yang memberikan makna bagi kita.
Teringat pula pesan Andrea Hirata dalam novelnya Laskar Pelangi yang bunyinya kurang lebih seperti ini : ”Jika setiap orang tau dengan pasti apa bakatnya maka itu adalah utopia, sayangnya utopia tak ada dalam dunia nyata. Bakat tidak seperti alergi dan ia tidak otomatis timbul seperti jerawat, tapi dalam banyak kejadian ia harus ditemukan”. Semoga saja saya bisa benar-benar mengapung dalam keadaan sempurna.

Semarang, 19 Desember 2012

Senin, 17 Desember 2012

Izinkan Untukku


Aini Machmudah
Biarkan aku kembali membukamu dengan semangat baru
Setelah petang kemarin hanya duduk termangu
Didera ruang hamba tak bercahaya
Karna sang lilinpun juga tak berkesempatan menunjukkan warnanya
Terjebak dingin dari angin
                
                Biarkan aku kembali membukamu
                Tuk selesaikan tugas yang diembankan negara
                Lewat setitik abdi yang jatuh
                Dari ribuan rintik hujan biasa
                mengalir sesaat setelah  tubuhnya menyentuh tanah
                kemudian berlalu juga tanpa arah.


Semarang, 7 Desember 2012

Kamis, 13 Desember 2012

PEMIRA 2012, PESTA DEMOKRASI RAKYAT UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


Riuh pesta demokrasi Pemilihan Umum Raya (Pemira) Universitas Negeri Semarang berkumandang di setiap Tempat Pemungutan Suara di berbagai fakultas kamis (13/12/2012). Pemilihan Raya  yang dilaksanakan serentak untuk memilih Presiden Mahasiswa dan DPM (Dewan Perwakilan Mahasiswa) tersebut berlangsung mulai jam 09.00 hingga 15.30 WIB. Dua kandidat Presiden Mahasiswa, Machmud Cahyono dan Khoirul Amin yang masing-masing berasal dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Fakultas Ilmu Sosial serta beberapa calon Dewan Perwakilan Mahasiswa masing-masing fakultas disodorkan untuk dipilih oleh dan kemudian akan mengemban amanat besar menjadi orang berpegaruh untuk periode 2013 mendatang.
            “Pemilu Raya ini merupakan wujud penerapan pesta rakyat yang akan menampung setidaknya 9.000 suara dari total mahasiswa aktif yang ada di Universitas Negeri Semarang”, ungkap Fitri Febrianti salah seorang panitia pemilihan umum yang ditemui diselah-selah kegiatanya. Menurutnya Pemira tahun ini tak jauh beda dengan pemira tahun lalu yang sama-sama menggunakan sistem online namun pada tahun ini prosedur yang diterapakan lebih diperketat mengingingat pengalaman pemira tahun lalu yang terindikasi kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
            Namun sayangnya,  pemira 2012 yang telah dipersiapkan para Panitia jauh berbulan-bulan yang lalu terkendala oleh sistem online yang mengalami troble  tak terduga dan mengganggu jalannya pemungutan suara hingga jadwal pemungutan yang seharusnya dimulai jam 08.00 Wib terpaksa diundur 60 menit dari random acara yang telah disusun sebelumnya. Gangguan sistem ini menyebabkan antrian panjang diberbagai TPS dan tak hayal membuat beberapa mahasiswa memilih untuk golput. “Saya tidak memilih, karena tadi saat berada di TPS sistemya error” ungkap seorang mahasiswa Fakultas Ekonomi yang tidak mau disebutkan namanya.
            “Negara kita kan menganut sistem politik demokrasi luber jurdil, jadi itu  hak mereka jika seumpama meraka tidak memilih, dan juga sebenarnya golput itu tergolong dalam tiga macam, golput karena sistem, golput karena takut jika memilih pilihanya tak tepat, dan golput karena ideologi yang apatis, dan sekarang tergantung alasan mana yang dipergunakan mahasiswa tersebut” ungkap Fitri saat dimintai tanggapan mengenai beberapa mahasiswa yang golput.
            Hasil pemilihan ini akan diumumkan malamnya pukul 18.30 WIB di lantai 1 Gedung H Rektor UNNES. Siapapun yang berhasil memenangkan pemilu raya ini diharapkan benar-benar mampu menjadi orang-orang pembawa progres yang membawa angin baru yang lebih segar bagi Universitas Negeri Semarang menjadi.

Stright News pertamaku
Aini Machmudah
13 Desember 2012



Lilin kecil



Aini Machmudah
Ia diciptakan berdiri
Lewat sumbu tegak yang diitarri
Berroh putih bukan kafan namun agni
 Siap menawarkan diri dikorbankan
Tanda bakti diri 

            Ia memang berwujut putih, dicitra
            Bukan hitam atau merah menganga
            Karena inti hidupnya membantu manusia
            Mengitari lorong tanpa cahaya
            Labirin waktu penikmat masa
            Dalam deret dan jenjang krusial   
     
lilin kecil
rela berkorban membakar diri
mengorbankan tubuhnya hanya untuk mengabdi


Semarang, 7 Desember 2012