Pages

Minggu, 05 Januari 2014

APA ITU DISLEKSIA?


Disleksia
            Disleksia berasal dari bahasa Yunani dyslexia, dys artinya tanpa, tidak adekuat atau kesulitan dan lexis/ lexia artinya kata atau bahasa. Disleksia adalah salah satu karakteristik kesulitan belajar pada anak yang memiliki masalah dalam bahasa tertulis, oral, ekspresif atau reseptif (lerner, 2000). Masalah yang muncul adalah anak mengalami kesulitan membaca, menulis, berbicara, dan mendengar. Disleksia dalah salah satu kelompok dalam kesulitan belajar spesifik. Disleksia bukanlah penyakit, disleksia tidak memiliki obat. Disleksia merupakan kesulitan belajar yang paling sering ditemukan dalam penelitian (Wener dan Karig, 2006).
            Banyak ahli yang mengemukakan pengertian disleksia antara lain:
a.       Disleksia merujuk pada kesuliatan membaca  baik itu penglihatan atau pendengaran. Intelegensinya normal, dan ketrampilan bahasanya sesuai. Kesulitan belajar bahasa tersebut kaibat faktor neorologis dan bukan disebabkan oleh faktor eksternal, misalnya lingkungan atau sebab-sebab sosial (Corsini dalam Imandala, 2009).
b.      Disleksia sebagai kesulitan mkembaca berat pada anak yang memeiliki kecerdasan normal dan bermotivasi cukup, berlatar budaya yang memamdai dan berkesempatan memperoleh pendidikan serta tidak bermasalah emosional (Guszak dalam Imandala, 2009)
c.       Disleksia adalah suatu bentuk kesulitan dalam mempelajari kompenen-kompenen kata dan kalimat, yang secara historis menunjukkan perkembangan bahasa yang lambat dan hampir selalu bermasalah dalam menulis dan mengeja serta kesulitan dalam mempelajari sistem representasional, misalnya berkenaan dengan waktu, arah, dan masa. (Bryan & Bryan; Mercer dalam Imandala, 2009)
d.      Disleksia adalah bentuk kesuliatan belajar membaca menulis terutama belajar mengeja dengan benar dan mengungkapkan pikiran secara tertulis, memanfaatkan kesempatan bersekolah dengan normal serta tidak memperlihatkan keterbelakangan dalam mata pelajaran-mata pelajaran lainnya (Hornsby; Sodiq dalam Imandala 2009)

Diantara sekian banyak definisi disleksia di atas, ada kesepakan secara umum menegenai pengertian dan penjelasan disleksia yang dirumuskan ke dalam 4 bagian (Hynd dalam Lerner, 2000), yaitu:

a.       Disleksia memeiliki dasar biologis dan dikarenakan kondisi neurologis bawaan.
b.      Masalah disleksi bertahan sampai remaja dan dewasa.
c.       Disleksia mempunyai dimensi perseptual, kognitif dan bahasa.
d.      Disleksia mengarah pada kesuliatan di banyak area kehidupan sebagai individu dewasa.

1 Karakteristik Anak Disleksia

            Karakteristik anak disleksia mata bervariasi tergantung dari masalahnya ( Sodiq dalam Imandala, 2009). Meneurut Subini (2011), ciri-ciri anak yang mengalami disleksia adalah sebagi berikut:
a.       Inakurasi dalam membaca seperti membaca lambat kata demi kata jika dibandingkan dengan anak seusianya, intonasi suara turun naik tidak teratur.
b.      Tidak dapat mengucapkan irama kata-kata secara benar dan proporsional.
c.       Sering terbalik dalam mengenali huruf dan kata, misalnya anatar “kuda” dengan “daku”.
d.      Sering mengulangi dan menebak kata-kata atau frase.
e.       Ketidak beraturan terhadap kata yang hanya sedikit perbedaannya, misalnya “buah” dan “bau”
f.       Keulitan dalam memahami apa yang dibaca, dalam arti tidak mengerti isi cerita atau teks yang dibacanya.
g.      Kesulitan dalam mengurutkan huruf-huruf dalam kata-kata.
h.      Sulit menyuarakan fonem (satuan bunyi) dalam memadukannya menjadi sebuah kata.
i.        Sulit mengeja secara benar. Bahkan mungkin akan mengeja satu kata dengan bermacam ucapan.
j.        Membaca satu kata dengan benar di satu halaman, tapi salah dihalaman yang lain.
k.      Sering terbalik dalam menulis dan mengucapakan kata. Misalnya: “kucing duduk si atas kursi” menjadi “ kursi duduk di atas kucing”
l.        Rancu dengan kata-kata yang singkat, misalnya: “ke”, “dari”, “dan”, “jadi”
m.    Lupa meletakkan titik an tanda-tanda baca yang lain.

Bentuk kesulitan membaca anak yang disleksia sebagai berikut (Subini, 2011):
a.       Melakukan penambahan dalam suku kata (addition), mislanya “batu” menjadi “baltu”.
b.      Menghilangkan huruf dalam satu kata (omisiion), misalnya “masak” menjadi “masa”.
c.       Membalikkan huruf, kata atau angka dengan arah terbalik kiri kanan (inversion/mirrorring), misalnya “dadu” manjadi “babu”.
d.      Membalikkan huruf, kata atau angka dengan arah terbalik atas bawah (reversal) mislanya “papa” menjadi “qaqa”.
e.       Mengganti huruf atau angka (substitution) misalnya “lupa” menjadi “luga”, “3” menjadi “8”.

Disleksia termasuk  salah satu karakteristik yang dimiliki oleh anak kesulitan belajar dan termasuk ke dalam kategori masalah prestasi akademis (Hallahan dan Kaufman dalam Mangunsong, 2009). Masalahnya dibagi ke dalam tiga aspek, aspek yang pertama adalah decoding tau mengalami kesulitan dalam mengubah bahasa tuliasan menjadi bahasa lisan, misalnya kesulitan dalam menyebutkan huruf-huruf yang membentuk kata topi, yaitu t, o, p dan i. Aspek yang kedua adalah kelancaran ( fluence atau reading fluence ), reading fluence adalah kemampuan untuk mengenali kata demi kata dengan cepat, membaca kalimat atau wacana yang lebih panjang dan dapat dengan mudah menghubungkannya. Kemampuan ini mengindikasikan bahwa anak mengerti materinya. Aspek yang ketiga adalah memahami arti bacaaan (comprehesion ).

2 Faktor Penyebab Biologi

            Penyebab disleksia dilihat dari konteks biologis, faktor-faktornya sebagai berikut:
a.       Faktor genetik atau keturunan, penelitian yang dilakukan oleh Grigorenko menghasilkan 20-65 % anak yang disleksia memiliki orang tua yang mengalami kesulitan membaca (Wenar & Kerig, 2006)
b.      Masalah dalam migrasi neuron/ saraf, penelitian oleh Simos menunjukkan bahwa anak disleksia memeiliki pola aktivitas yang berbeda dengan anak normal  , anak normal menggunakan hemisfer kanan (Wenar & Kerig, 2006). Ada juga kerusakan akibat hipoksi-iskemik saat prenatal di daerah parieto-temporo-oksipital yakni lobus-lobus dalam otak.
c.       Pengaruh hermonal prenatal seperti testosteron.



 2.2 Membaca dan Pemahaman Membaca

            Seorang ahli membaca, Steve Stahl ( Santrock, 2008) mengungkapkan ada tiga tujuan utama dalam intruksi membaca yakni (1) membantu anak mengenali kata-kata secara otomatis (2) memamhami teks bacaan, dan (3) menjadi termotivasi untuk membaca dan menghargai bacaan. Ketiga tujuan ini saling berkaitan. Jika anak tidak dapat mengenal kata-kata secara otomatis, maka anak-anak tidak dapat mengerti apa yang dibacanya. Jika anak tidak mengerti bacaan, maka anak tidak akan mungkin termotivasi untuk membacanya.
            Analisis terkini dari Rich mayer (dalam Santtrock, 2008) bahwa ada proses kognitif yang dilalui oleh anak untuk dapat membaca kata-kata yang tercetak, prosesnya adalah:
a.       Sadar akan unit suara dalam kata-kata, di mana terdiri dari “mengenal, menghasilkan, dan memanipulasi fonem”.
b.      Decoding word, artinya mengubah kata-kata yang tercetak dalam suara.
c.       Dapat mengakses arti kata, artinya dapat menemukan representasi  mental mental arti kata dalam memori.
Membaca adalah suatu proses yang berkembang sejak manusia lahir, dari tidak menguasi sampai menguasai dan memahami. Sebelum menguasai dan memahami, ada tahp-tahap awal yang dilalui anak sepanjang mereka belajar membaca ( Moats dalam Lerner, 2000), yakni sebagai berikut:
a.       Logografhic reading. Pada tahap ini, anak mulai mengenali kosa kata yang terbatas dari seluruh kata melalui isyarat yang tidak disengaja misalnya sebuah logo, gambar, warna atau bentuk.
b.      Early alphabetic reading, untuk dapat berkembang dalam membaca, nak perlu memahami wawasan dari tulisan alfabet untuk menulis kata-kata. Sebagai contoh anak mungkin menulis PTZU untuk pizza.
c.       Mature alphabetic raeding, pada tahap ini, anak mengetahui asosiasi pengejaan dengan suaranya, nak juga dapat menggunakannya pada kata-kata yang sederhana.
d.      Orthographic stage: Recognizing syllables and morphemes. Pada tahap ini, anak menggunakan analogi kata yang diketahui sebelumnya untuk membaca kata yang baru (misalnya “perang, “serang”)
e.       Gaining ifluency. Fluency terjadi ketika anak mulai membaca dengan mudahnya dalam bekerja membaca materi.

Tahap awal belajar membaca di atas kemudian akan berlanjut pada tahap penguasaan dalam membaca. Menurut Chall ( dalam Santrock, 2008) ada enam tahap perkembangan keahlian dalam membaca, dalam tahap ini ada batasan usia namun itu bersifat tidak kaku dan tidak berlaku untuk setiap anak, misalnya ada beberapa anak belajar membaca sebelum mereka masuk ke kelas satu. Meskipun demikian, tahap-tahap perkembangan membaca yang dikemukakan oleh Cahall ini mencoba memberikan pemahaman umum tentang perubahan dan perkembangan dalam proses belajar membaca. Tahap-tahap dalam perkembangan membaca menurut J. Chall (Lerner, 2000; Santrock, 2008) adalah:

a.       Tahap pertama, tahap ini disebut early literacy atau  pre-reading. Tahap ini dimulai dari usia di bawah kelas satu sekolah dasar. Anak sudah menguasai  cara dan aturan membaca, cara mengidentifikasi huruf, dan cara menulis namanya sendiri ataupun orang lain.
b.      Tahap kedua, tahap ini disebut decoding, tahap ini dimuali dari kelas satu hingga kelas dua sekolah dasar. Anak mulai belajar membaca. Mereka belajar mengucapkan kata-kata, yakni dengan menyuarakan huruf atau sekelompok huruf yang kemudian membentuk ucapan kata.
c.       Tahap ketiga, tahap ini disebut fluence, di kelas dua dan tiga anak makin lancar dalam membaca. Dapat mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan pada tahap pertama dan kedua. Pada tahap ini membaca masih belum banyak digunakan untuk belajar, anak masih disibukkan dengan tugas membaca saja tanpa memahami isi bacaan.
d.      Tahap keempat, di kelas empat sampai delapan, anak dapat menggunakan sebagai sebuah alat untuk belajar informasi, ide, sikap dan nilai-nilai yang baru. Anak sudah berkembang dalam pengetahuan yang melatarbelakangi bacaan, arti kosa kata dan kemampuan kognitif,namun anak masih mengalami kesuliatan dalam memahami informasi yang diberikan dari beragam prespektif dalam teks bacaan yang sama. Untuk anak pada tahap ini yang belum mampu belajar membaca akan mengalami kesulitan serius dalam bidang akademis.
e.      Tahap kelima, di sekolah menengah atas, banyak siswa-siawi yang telah menjadi pembaca yang kompeten. Dapat membaca dan memahami materi tertulis yang levih komplek dari berbagai prespektif dan tingkat pemahaman, baik itu yang berbentuk naratif maupun ekspositori. Hal ini membuat mereka dapat terlibat dalam diskusi yang lebih maju dalam pelajaran sastra, sejarah, ekonomi dan politik.
f.        Tahap keenam, tahap ini disebut construction and reconstruction. Masa ini adalah masa kuliah dan seterusnya. Membaca sudah dianggap menjadi kebutyuhan pribadi dan untuk tujuan masing-masing dan untuk tujuan mengintegrasikan pengetahuan seseorang dengan orang yang lain dan untuk menciptakan pengetahuan baru.
g.       Tahap perkembangan membaca di atas  bukan dicapai secara otomatis namun perlu dibantu dan diajarkan. Proses pengajaran membaca dibagi menjadi dua bagian, yakni word recognition dan reading comprehension (Lerned, 2000). Word recognition adalah kemampuan dalam mengenal kata dan belajar untuk memahami kata-kata yang tidak diketahui dengan melakukan decoding pada kata-kata yang tercetak, mencocokkan tulisannya, kata dengan suaranya. Reading comprehension artinya memahami apa arti bacaan yang dibaca. Diperlukan pengenalan kata untuk memahami bacaan apa yang dibaca. Kedua ketrampilan ini perlu dipelajari agar fungsi sebagai seorang pembaca dapat berjalan.
Membaca membutuhkan kemampuan mengenali kata (Word recognition), membaca juga perlu pemahaman (Lerner, 2000). Untuk memahami bacaan sebelumnya bukan pengenalan kata, namun ada kemampuan yang menjembataninya, yakni fluency.
2.3 Fluency dan Pemahaman Membaca Anak Disleksia
            Anak disleksia memiliki kecerdasan rata-rata bahkan ada yang di atas rata-rata. Artinya anak-anak disleksia tidak mengalami kesulitan dalam proses belajar membaca, tapi pada kenyataanya meskipun cerdas dan kemampuan berbicara cukup lancar, anak disleksia mengalami kesulitan dalam belajar membaca. Tingkat kemampuan membaca, menulis, ekpresif dan mengejanya berada di bawah rata-rata anak-anak seusianya.
            Anak disleksia juga mengalami masalah dalam pemahaman, padahal tujuan akhir dari proses membaca adalah dapaat memahami apa yang dibaca dan terlebih harus memiliki kemampuan untuk mendapatkan informasi dari bacaan yang tercetak (Lerner, 2000). Sebelum memahami bacaan anak perlu mengenal kata-kata yang ada, lalu ada kemampuan menjembatani menuju kepada pemahaman membaca, yakni fluency.
            Fluency dalam membaca didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengenali kata dengan cepat, membaca kalimat dan bacaan yang lebih panjang dengan cara yang mudah yang kemudian mengindikasikan pada pemahaman materi (reading comprehesion) (Lerner, 2000). Definisi ini didukung oleh LaBerge & Samuels (dalam Cutting et al, 2009) bahwa a fluency adalah elemen yang sangat penting dalam pemahaman membaca. Definisi lain yang mendukung  juga bahwa reading fluency adalah kemampuan mengidentifikasi kata yang tertulis dengan cepat dan akurat (Perfetti dalam Walczyk & Griffith-Ross, 2007). Akhir-akhir ini, reading fluency sedang diusahakan oleh para guru untuk dikembangkan dalam rangka meningkatkan pemahamn dalam membaca (Fuchs, Fuchs, Hosp, & jenkins dalam Walckzyk & Griffith-Ross, 2007).
            Fluency biasanya dioperasionalisasikan dengan “membaca kata dengan cepat” (Cutting et al, 2009). Fluency juga didefinisikan melalui tiga varibel yakni penamaan tulisan, identifikasi kata keseluruhaan dan pemahana bacaan (Katzir et al, 2006). Fluency dapat dievaluasi dan dinilai dengan tingkatan yang berbeda, baik itu kata, sintaksis dan bacaan (Cutting et al, 2009).
            Menurut beberapa penelitian pada anak kesulitan membaca, dapat melakukan evaluasi fluency sebagai indikator pemahaman membaca dengan kata-kata atau bacaan yang kontekstual ataupun isoleted. Kedua pendekatan ini sangat penting namun peran bacaan kontekstual ditemukan berhubungan erat dengan pemahamn membaca. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar