Oleh
: Aini Machmudah
“Through Darkness to
Light” melalui kegelapan menuju cahaya atau yang lebih kita kenal “Habis Gelap
Terbitlah Terang”. Kalimat itu tiba-tiba saja muncul di kepala bukan hanya
karena bertepatan dengan Hari Kartini, tetapi juga karena proses move on diri dari mimpi panjang yang
semakin tampak remang.
Malam
itu saya duduk sendiri merenung, gambaran merah kuning, merah hijau, merah hitam,
sampai merah abu-abu berkecamuk dalam pikir. Dahulu R.A Kartini meperjungkan perempuan
menjadi ibu dan menjadi empu, sedangkan kini, saya berjuang bangkit menjadi
salah satu dari kartini-kartini itu. Jika
Kartini berfikir optimis bahwa tradisi yang tak terpatahkan berabad-abad,
tradisi yang melatakkan wanita dalam ranah tiga bencana “Kasur, Dapur dan Pupur” dapat
terpatahkan, masak saya ndak bisa, padahal masalah yang kini
saya hadapi tak sebesar itu, hanya berusaha bangkit dan kemudian berjalan kembali.
Gendhis, salah seorang sahabat saya tak kalah genthol menyuarakan aspirasinya untuk
melihat saya masuk ke alam sadar “Hai-hai jangan sembunyi, memberontaklah wahai
kartini-kartini” teriaknya memecah kendang telinga, membangunkan diri dari
lamunan yang hampir saja membuat saya mengeluarkan sinyal-sinyal cengeng ke
pupil dan konjungtivanya.
“Kami akan menggoyah-goyahkan
gedung feodalisme dengan segala tenaga kami. Dan bahkan seandainya hanya ada
satu potong batu yang jatuh, kami akan menganggap hidup kami tidak sia-sia,”
bisik Gendhis mesra, dekat dan semakin dekat hingga bibirnya menyentuh bagian
luar dari telinga saya. “Tidak kah kamu malu dengan pemikiran Kartini pada saat
itu, Sobat?” lanjut Gendhis. Saya
hanya terdiam malu mendengar pertanyaan retorik yang dilontarkan Gendhis,
memang semua suram dan penuh dengan
tanda hitam.
Seseorang pernah bilang kepada saya “Seperti gelas” mungkin memang benar
lebih baik membiarkan gelas itu pecah, daripada mempertahankannya tetap utuh
namun menyakiti diri. Toh dengan
berduka, berkabung dan menyesal pun tak akan pernah mampu mengubah keadaan.
Hanya bergerak, melangkah dan berbuatlah yang bisa menggantikan kedukaan itu
menjadi kebahagiaan.
Ah semakin nglantur
saja saya, tapi yang jelas dan pasti saat ini “Saya lebih dari siap untuk Move
On”. Melalui kegelapan menuju cahaya, mari para kartini saatnya meluruskan
pikir dan hati untuk selamatkan bumi!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar