1.
Serat
a. Serat
Sastra Gendhing
Serat
Sastra Ganding diciptakan oleh Kanjeng Sultan Agung. Beliau adalah raja Mataram
yang termasyur sebagia negarawan dan budayawan. Serat Sastra Gendhing berisikan
tentang garis-garis rumusan pemecahan problem-problem sosial yang pada masa
itu. Sultan Agung meninggalkan karya tulis seperti itu, yang merupakan momentum
kultural, yang amat berharga. Beberapa warisan spiritual seperti:
1. Serat
Sastra Gendhing merupakan karya sastra yang mengajarkan jiwa persatuan dan kesatuan
(monodualistis) sebagai pola dasar dalam pemecahan yang menyeluruh atas masalah-masalah
kehidupan yang dipadukan dengan realitas sosial masyarakat pada zaman itu.
2. Dalam
Serat Sastra Gendhing untuk kehidupan pribadi perseorangan, diajarkan
monodualis yang disatukan menjadi kesatuan utuh sebagai warisan spiritual
luhur, meliputi:
·
Jiwa dan raga
·
Dzat dan sifat
·
Kemampuan (potensiil) dan cita-cita (idiil)
·
Makna kehidupan dan irama Kehidupan
·
Ajaran (teoritis) dan pelaksanaan (praktis)
·
Agama dan ilmu (hakikat dan syariat)
3. Dalam
kehidupan sosial bermasyarakat Sastra Gendhing mengajarkan ikatan kesatuan
mulai dari keluarga yang harus
dikukuhkan dengan landasan filosofi, mistis dan relegius. Sedangkan untuk
konteks kemasyarakatan diajarkan jiwa persatuan kesatuan antara sosial dengan
kebebasan pribadi, semisal lautan dengan ikannya.
4. Dari
segi kenegaraan Serat Sastra Gendhing mengajarkan persatuan dan kesatuan antara
pemimpin dan rakyat, seperti semboyan yang diucapkan Ki Hajar Dewantara ”Ing ngarsa
sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani”
5. Mengajarkan
metode mawas diri yaitu subjek yang bercermin pada penilaian objektif orang
lain.
b. Serat
Wulangreh merupakan karya sastra berbentuk tembang hasil buah karya Sri
Susuhunan Pakubuwana IV. Naskah ini diawali dengan puji-pujian kepada
tuhan.secara singkat, wulangreh berisi tentang piwulang atau ajaran kepada para putranya agar senantiasa melatih
jiwa dan pikiran. Keseliruhan dari hal itu dapat dilaksanakan melalui
latiha-latihan fisik dengan sungguh-sungguh, seperti mengurangi makan tidur,
olah keprajuritan, dan menjauhi tindakan bersenag-senang . Dianjurkan pula
untuk menuntut ilmu dan melaksanakan hukum agama dengan benar.
c. Serat
Wedhatama adalah sebuah karya sastra Jawa baru yang secara formal dinyatakan
ditulis oleh Magkunegara IV. Serat Wedhatama ini digolongkan sebagai karya
moralitas-didaktis yang terpengaruh dengan islam. Bentuknya adalah tembang yang
biasa dipakai pada masa itu. Terdiri dari 100 pupuh yang terbagi menjadi lima
lagu yaitu: Pangkur, Sinom, Pocung, Gambuh dan Kinanthi. Serat Wedhatama berisi
keterangan tentang pentingnya menimba ilmu demi peningkatan diri, mulai dari
bekal yang harus dimiliki sampai dengan kewajiban yang hendaknya dilakukan
sebagai seorang murid. Dengan demikian Serat Wedhatama secara keseluruhan
membahas ajaran kewajiban menuntut ilmu, falsafah hidup, seperti tenggang rasa,
bagaimana menganut agama secara bijak, menjadi manusia seutuhnya, dan menjadi
seorang yang berwatak kasatria.
d. Serat
Wulang Estri merupakan karya sastra kelanjutan dari ajaran Paku Buwana IV yang
ditujukan bagi putrinya, yaitu berupa ajaran berumah tangga. Didalamnya
dijelaskan bahwa berumah tangga bukanlah hal yang mudah dijelaskan pula bahwa
sarana orang berumah tangga bukanlah harta atau rupa, melaikan ‘eling’. Dalam menyampaikan ajaran ini
digunakan kisah seorang raja cina dan Ternate. Pada bagian akhir disebutkan
pula alasan seseorang disebut perempuan serta pengkategorian perempuan yang
baik dan yang buruk.
e. Serat
Wedaraga merupakan salah satu karya sastra berbentuk tembang macapat karangan
R. Ng. Ranggawarsita yang merupakan sebuah petuah kebaikan atau petuah tentang
hal-hal yang berkaitan dengan kebaikan badani kita, isi nasihatnya berupa
wejangan kepada anak muda jangan sampai mengikuti kehendak diri atau mengobral
kesanggupan, karena setiap tindakan dan perbuatan harus diperhitungkan secara
masak. Didalam serat ini diajarkan pula agar seseorang bersedia melatih fisik
dan pikiran, serta mengontrol diri dengan mengurangi nafsu menyestakan yang
terdapat dalam jiwa.
f. Serat
Nitisastra karya Raden Ngabehi Yasadipura II adalah salah satu karya sastra
Jawa yang berisi piwulang atau ajaran budi pekerti. Teks diawali dengan
keterangan bahwa orang yang tidak tahu tata krama merupakan orang yang sangat
bodoh. Yang kemudian dilanjutkan tentang sama,
beda, dana dan dhendha. Banyak
sekali nasihat yang termuat dalam teks ini, diantara ajaran tentang tata krama,
keagamaan, pergaulan, dan teladan perbuatan baik. Apa yang ada dalam Serat
Nitisastra secara tersurat maupun tersirat merupakan pesan-pesan moral yang
patut diketahui, diamalkan, dan diteladani dalam kehidupan sehari-hari.
Simpulan:
Dari
contoh-contoh Serat beserta penjelasannnya dapat diambil simpulan bahwa Serat merupakan jenis karya sastra yang
mengandung piwulang atau Pitutur kearah kebaikan dan kebijakan
antara lain tentang etika atau moral, tatacara dan atau upacara tradisi
tertentu, sikap dan sifat-sifat seseorang dalam mengabdi pada raja penguasa ,
orang tua dan sebagainya.
Babad
a.
Babad Giyanti adalah sebuah syair dalam bentuk tembang macapat yang dikarang
oleh Yasadipura. Babad ini mengisahkan tentang peristiwa-peristiwa politik yang
terjadi dijawa yaitu mengenai pembagian kerajaan Mataram menjadi dua yaitu
Surakarta dan Yogyakarta. Menurut Poerbatjaraka (1958: 145) Babad Giyanti ini
bahasanya sangat hidup dan pelukisan masing-masing tokohnya juga hidup sekali.
Ricklefs (1955: 84) menyatakan bahwa Babad Giyanti merupakan dokumen yang
teliti yang mencakup kurun waktu antara tahun 1746 sampai 1760. Pembagian
kerajaan Mataram menjadi dua itu tampoak terasa hingga sekarang dengan adanya
dikotomi antara gaya Surakarta dengan
gaya Yogyakarta.
b.
Babad kartasura merupakan salah satu karya
sastra berbentuk macapat, sekar tengahan yang mengkisahkan tentang kelalaian
Patih Sindureja dalam pengabdiannya kepada raja karena ia terlibat dalam
permasalahan anaknya Raden Sukra. Kisah dalam babad ini dilanjutkan dengan
cerita tentang Raden Ajeng Sasi, Raden Ayu kedhaton, dan Raden Ayu Impun.
c.
Babad Sengkala Merupakan babad berbentuk
prosa (aksara jawa) yang mengisahkan
tentang kedatangan orang hindu yang menempati wilayah-wilayah pedalaman,
seperti kalimantan dan Papua. Teks dilanjutkan dengan cerita tentang orang Arab
dalam menyebarkan Agama islam. Didalaamnya juga terdapaat kisah tentang
kunjungan Raden Patah ke Gunungjati dikediaman
Ibnu Maulana, dan Pembukaan wilayah Cirebon oleh Raden Patah.
d.
Babad Surapati Naskah ini menceriritakan
kisah untung surapati, seorang pengelana yang mengabdi dikartasura. Karena
jasanya dalam menumpas keributan dibanyumas, surapati kemudian memperoleh
kehormatan dan kedudukan tinggi. Selanjutnya, diceritakan penghianatan dan
pemberontakan Surapati terhadap kartasura yang menyebabkan peperangan
Trunajaya. Naskah ini diakhiri dengan kisah pertemuan Raden Sukra putra Adipati
Sindureja dengan Raden Ayu Lembah.
e.
Babad Damarwulan ditulis dengan aksara
jawa yang mengisahkan tentang kehidupan raja majapahit, brawijaya yang adil dan
bijaksana, kemudian dilanjutkan dengan
cerita tentang kencanawungu putri Brawijaya yang menggantikannya sebagai raja majapahit,
akan tetapi memperoleh tentangan dari Menakjingga, sampai akhirnya damarwulan
(suami kencanawungu) berhasil mengalahkan menak supena karena mendapat bantuan
dari Ki ajeng Tunggul menik. Naskah ini diakhiri dengan kebaktian lima istri
Damarwulan kepada Ki Ajar Tunggal Manik.
f.
Babad demak secara singkat berisi
tentang perjalanan Raden Sahid, putra Adipati Tuban yang menjadi berandal
hingga bertemu dengan sunan bonang yang membuatnya bertobad lalu berguru kepada
Sunan Bonang hingga dberganti nama menjadi Sunan Kalijaga. Selain mengisahkan
tentang Sunan kalijaga, babad Demak ini juga membahas mengenai Jaka Tarub
bersama Dewi Nawangwulan, cerita tentang Ki Getes Pandhawa yang kemudian
bernama
Simpulan :
Dari penjelasan beberapa contoh
babad dapat diambil simpulan bahwa Babad adalah salah satu bentuk karya sastra
yang berisi tentang sejarah lokal yang berhubungan dengan nama tempat, daerah,
nama kerajaan, nama suatu kejadian atau peristiwa yang monumental, atau
berhubungan nama tokoh besar tertentu. Penulisan babad umumnya berada
dilingkungan kraton dengan rajanya selaku penguasa daerah yang bersangkutan,
sehingga babad sendiri cenderung bersifat subjektif karena berisi legitimasi
kekuasan para raja atau penguasa.
Suluk
a.
Suluk Seh Takawardi merupakan karya
sastra jawa baru yang berisi mengenai ajaran Seh Tekawardi, seoarang pendeta
Gunung Maligeretna di Negara Garbasumandha. Pada suatu hari ia memberikan wejangan kepada anak cucu dan penduduk Garbasumandha.
Ajarannya antara lain berisi: definisi tentang orang tua dan orang muda,
hal-hal yang sebaiknya dilakukan disaat muda, serta arti hidup didunia. Selain
itu diajarkan pula tentang sikap dan sifat yang harus dilakukan pada saat
mengabdi pada raja.
b.
Suluk Malang Sumirang adalah salah satu
karya sastra islam yang merupakan ajaran Sunan Panggung dari Kesultanan Demak.
Ajaran ini berupa kritik atau sindiran kepada para ahli Sariat. Selanjutnya
Sunan Panggung dihukum dengan cara dibakar hidup-hidupsebab dianggap
menyebarkan agama sesat. Menurut Drewes (1977: 97) ketegangan pada Suluk Malang
Sumirang berkaitan dengan teks-teks agama yang penuh dengan intrertable dan debatable.
c.
Suluk Wujil merupakan suluk karya Sunan
Bonang ysng mengkisahkan tentang Wujil seorang bekas aktor dan pelawak diistana
Majapahit yang terpelajar,dalam suluknya setelah 10 tahun berguru kepada sunan
Bonang, dan mempelajari agama serta sastra Arab secara mendalam,dan akhirnya ia
merasa jemu dan sia-sia. Jiwanya merasa kering kerontang dan gelisah, hatinya
menjerit dan kebingungan. Tidak tega melihat penderitaan muridnya, Sunan Bonang
akhirnya mengajarkan tasawuf, khususnya jalan mengenai hakikat diri yang
merupakan sumber kebahagian.
Simpulan :
Dari penjelasan
tentang beberapa contoh Suluk tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Suluk
adalah karangan yang banyak muncul pada zaman islam dengan corak utama yaitu
mengajarkan tentang tasawuh yang ditulis
dalam bentuk puisi atau tembang .Jenis sastra suluk ini berisi tentang ajaran untuk
menuju kesempurnaan hidup bagi manusia.
Sumber
: Saktimulya, Sri Ratna. 2005. Katalog
Naskah-naskah Perpustakaan Pura
Pakualaman. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia- The Toyota Foundation.
Purwadi. 2008. Sejarah Sastra Jawa Klasik. Yogyakarta:
Panji Pustaka
Widayat, Efendy. 2011. Teori Sastra Jawa. Yogyakarta: Kanwa
Publisher
2.
Karakteristik
serat, babad, dan suluk
·
Karakteristik serat
1. Serat
berisi tentang ajaran atau Piwulang dan
pitutur kearah kebaikan dan kebajikan.
2. Didalam
serat berisi tuntunan agung yang dapat dijadikan seabagai pedoman dan suri
tauladan bagi manusia.
3. Serat
menganduing makna moralitas yang berkenaan dengan dengan etika hidup.
· Karakteristik
Babad
1. Babad
berisi tentang sejarah lokal yang berhubungan dengan nama tempat, daerah,
kerajaan maupun tokoh besar (historis)
2. Babad
bersifat lokal yang ditulis dengan cara pandang tradisional, sehingga sering
dibumbui dengan berbagai hal yang bersifat pralogis atau bahkan bersifat fiktif
dan simbolik.
3. Babad
bersifat istana centris karena pada umumnya ditulis pada lingkungan kraton
dengan raja selaku penguasa daerah yang bersangkutan , atau lingkungn bangsawan
yang lebih kecil.
4. Pada
umumnya babad ditulis dengan tujuan: (a) mencatat segala peristiwa, kejadian,
atau pengalaman yang pernah terjadi pada masa lampau. (b) untuk menjadi teladan
yang baik agar dapat diambil manfaatnya. (c) untuk memperkuat sakti
raja.(Sedyawati, ed. 2001: 267)
5. Babad
bersifat subjektif karena kebanyakan penulisnya berasal dari latar belakang,
kecenderunga, dan pendiriannya yang ditentukan oleh pengalaman, situasi, dan
kondisi hidupnya pada sebagai manusia sosial budaya pada masa dan masyarakat
tertentu (Teeuw, 1988)
6. Babad
bersifat fragmentatif artinya bahwa fakta-fakta yang ditampilkan dalam babad
tidaklah lengkap.
7. Babad
menekankan pada pengagungan leluhur maupun raja, yang menekankan pada
pengukuhan legitimasi sebagai catatan sejarah bagi kepentingan penguasa dan
keturunanya.
8. Babad
bersifat sugestif artinya bahwa babad
dapat mempengaruhi pandangan seseorang.
· Karakteristik
Suluk
1. Suluk
kental dengan ajaran agama islam.
2. Suluk
sering kali dihubungkan dengan ajaran-ajaran tasawuf yang kemudian dimaknai dengn pengembaraan
atau perjalanan dalam rangk mencari makna hidup.
3. Suluk
sering dianalogikan dengan kata ‘yen
sinusul muluk’ yang berarti kalau dikejar semakin membumbung tinggi.
Maksutnya, keilmuan suluk, bila semakin dipikirkan akan semakin jauh untuk
dijangkau pikiran atau logika awam.
4. Permasalahan
yang sering diangkat dalam suluk berhubungan erat dengan hal-hal ghaib yakni
hal-hal supranatural yang yang hubungannya dengan Tuhan dan kehidupan manusia.
5. Suluk
memiliki struktur yang tidak mudah difahami maknanya atau relatif
membingungkan, terutama bagi yang tidak bisa menggelutinya.
6. Sastra
suluk umumnya ditulis dalam bentuk tembang (macapat) namun juga ada yang
berbentuk prosa.
Sumber:
Widayat, Efendy. 2011. Teori Sastra Jawa.
Yogyakarta: Kanwa Publisher
I LIKE THIS...... thanks ya blognya bagus dech...
BalasHapuslebay ah blognya-_-
BalasHapusNdase
BalasHapus