Pages

Sabtu, 24 November 2012

Tentang Mimpi, Sastra dan Aku


Menemukan suatu yang indah dipelajari
Bukan ilusi atau ambisi namun mimpi yang berubah menjadi obsesi
Tergali lewat kaki yang enggan berhenti
Untuk temukan diri

(tentang mimpi, sastra dan aku)


            Itulah sajak kecil yang saya buat kemarin ketika saya mulai tertarik dengan apa yang saya jalani sekarang. Saya Aini Machmudah, mahasiswa Sastra Jawa angkatan 2011, Universitas Negeri Semarang yang mencoba menggali makna hidup dari tumpukan buku-buku yang berisi episode panjang drama kehidupan yang telah berjalan masuk dan melewati tahun ke-19, 07 September kemarin. Baru seumuran jagung muda memang, namun sudah selayaknya bagiku untuk bersifat dewasa mengingat saya adalah anak sulung dari tiga bersaudara.

            Berulang kali saya berfikir, memang benar apa yang dikatakan oleh pepatah lama, bahwa segalanya berawal dari niat, niat untuk mencari ilmu dan kawruh untuk memperbaiki kualitas hidup dan pribadi.  Diawali dengan langkah kaki kecil dari sebrang jalan bagian timur, sebuah daerah yang dikenal dengan sirup kawistanya (yah itulah kabupaten kecil yang  bernama Rembang) yang terdampar hingga sampai di sisi sini pada titik tengah yang koordinatnyapun tak pernah saya ketahui. Skema dari daur hidup yang terus berjalan melingkar namun tak beraturan.

            Jujur sayapun tak tahu, bahkan tak habis fikir dapat masuk pada ranah yang sama sekali terjamah bahkan membayangkannya pun saya tak pernah, suatu kebetuklan mungkin.

            Mungkin, mungkin saja, kata yang terus saja melesat dalam benak saya. Spekulasi dan prediksi, siapa yang tahu dari keduanaya mana yang akan menghasilkan wujud? Namun kemunggkinan itulah yang menjadikan saya berusaha bukan hanya duduk dan berharap didatangi kiamat.

             Dan barang kali, sesutau yang tak pernah saya percaya itulah yang kelak  akan meruabah  diri saya. Yang berlahan mengajarkan diri untuk berjalan dengan penuh kecermatan dan keteguhan hati, membuat saya berdiri ketika mennginjak lubang dan membantu membuka mata di mana debu-debu dari perbuatan selama ini menutup jalan menuju tempat yang lebih baik. 

            Tidak ada yang lebih baik selain mempercayai bahwa saya benar-benar berada diantara sang putih dan sang hitam.


                        Semarang,  1 Nopember 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar