Pages

Jumat, 10 Agustus 2012

Teruntuk Sosok Putuh Itu


          Teriknya siang serasa begitu dingin saat terfikir sosok itu, hawa panas dengan tiupan angin bercampur debu kering seolah merajam hati yang terus saja tak bisa berhenti berpaling meninggalkan jejak kakinya yang kemarin tepat disini meninggalkan bekas yang begitu dalam. Semua terasa segar namun pahit saat ditelan. Ditengah riukan  itu, Ruang, waktu terus saja berlalu tanpa tahu kepastian kapan kan bertepi. Rasa yang terus saja berusaha memojokkan hidupku yang mencoba ikut berlari beradu kecepatan dengan jam pasir disebrang. Sosok itu kenapa tak jua terlupa olehku? Wajah tenang semburat kedamaian, bibir yang terus membawa pesan kepandaian, mata yang membawa pancaran ketulusan dan segala tentangnya, semua terasa begitu nyata, indah dan bersahaja. Meruntuhkan deretan dinding kokoh yang selama ini menutup hati.

            Serasa sesak, sesak dan lebih sesak lagi didada saat jiwa yang rapuh ini meronta mengharap kedatangannya, entah kapan. Bukan rindu yang dipaksa tapi benar benar harapan dan mimpi yang diusahakan dan coba diwujudkan. Panas didalam begitu menyakitkan menusuk tepat disumsum tulang dada yang renta dan tak bersuara.    

            Mengapa aku seperti ini, memandang kedepan namun tak satupun yang nampak indah oleh ekor mataku, semua hitam kelam kecuali tubuhnya yang putih memantulkan cahaya harapan yang begitu hangat membelai setiap nafas rasa yang kupunya. Namun itu semua hanya mimpi karna saat aku terbangun tak jua kutemukan sosok putuh itu dimataku. Ia lenyap seiring berlalunya mimpi yang tertidur kala aku terbangun.

            “ah biarlah untuk saat ini bunga itu tumbuh, kelak seiring berjalannya waktu tanpa air tanpa pupuk ia akan gugur dan mati dengan sendirinya terseret panasnya udara” Pikirku berulang kali. Namun waktu berjalan, bergantinya musim hingga kini sudah ke-3 bulannya sosok putih yang mencuri barang berhargaku itu berlalu pergi, tak jua bunga itu layu namun semakin bersemi menampakan kuncupnya. Lalu apa yang harus aku lakukan dengan bunga itu sekarang? Bagaimana cara agar ia layu dan mati, mengahkirinya? Mengahkiri rasa yang menggeliat hebat dan terus saja memberontak melukai hati dengan duri di tubuh.
           
Teruntuk sosok putuh itu, tolong kembalikan aku telanjang, seperti sebelum cahaya, agar aku bisa menjawab.

Rembang, 05 Agust 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar