Teriknya siang serasa begitu dingin saat
terfikir sosok itu, hawa panas dengan tiupan angin bercampur debu kering seolah
merajam hati yang terus saja tak bisa berhenti berpaling meninggalkan jejak kakinya
yang kemarin tepat disini meninggalkan bekas yang begitu dalam. Semua terasa
segar namun pahit saat ditelan. Ditengah riukan itu, Ruang, waktu terus saja berlalu tanpa
tahu kepastian kapan kan bertepi. Rasa yang terus saja berusaha memojokkan
hidupku yang mencoba ikut berlari beradu kecepatan dengan jam pasir disebrang. Sosok
itu kenapa tak jua terlupa olehku? Wajah tenang semburat kedamaian, bibir yang
terus membawa pesan kepandaian, mata yang membawa pancaran ketulusan dan segala
tentangnya, semua terasa begitu nyata, indah dan bersahaja. Meruntuhkan deretan
dinding kokoh yang selama ini menutup hati.
Serasa
sesak, sesak dan lebih sesak lagi didada saat jiwa yang rapuh ini meronta
mengharap kedatangannya, entah kapan. Bukan rindu yang dipaksa tapi benar benar
harapan dan mimpi yang diusahakan dan coba diwujudkan. Panas didalam begitu
menyakitkan menusuk tepat disumsum tulang dada yang renta dan tak bersuara.
Mengapa
aku seperti ini, memandang kedepan namun tak satupun yang nampak indah oleh
ekor mataku, semua hitam kelam kecuali tubuhnya yang putih memantulkan cahaya
harapan yang begitu hangat membelai setiap nafas rasa yang kupunya. Namun itu
semua hanya mimpi karna saat aku terbangun tak jua kutemukan sosok putuh itu
dimataku. Ia lenyap seiring berlalunya mimpi yang tertidur kala aku terbangun.
“ah
biarlah untuk saat ini bunga itu tumbuh, kelak seiring berjalannya waktu tanpa
air tanpa pupuk ia akan gugur dan mati dengan sendirinya terseret panasnya
udara” Pikirku berulang kali. Namun waktu berjalan, bergantinya musim hingga
kini sudah ke-3 bulannya sosok putih yang mencuri barang berhargaku itu berlalu
pergi, tak jua bunga itu layu namun semakin bersemi menampakan kuncupnya. Lalu
apa yang harus aku lakukan dengan bunga itu sekarang? Bagaimana cara agar ia
layu dan mati, mengahkirinya? Mengahkiri rasa yang menggeliat hebat dan terus
saja memberontak melukai hati dengan duri di tubuh.
Teruntuk sosok putuh itu, tolong kembalikan
aku telanjang, seperti sebelum cahaya, agar aku bisa menjawab.
Rembang, 05 Agust 2012